Retoris


Retoris

Sudah lebih dari dua tahun yang lalu sejak
aku sedang kegandrungan untuk menulis
yang intinya tentangmu. Pokoknya isinya
tak jauh-jauh dari indahnya senyummu,
pertemuan-pertemuan tak sengaja yang
dirancang semesta, dan hal-hal lain yang
berkaitan denganmu.

Masa lalu.

Tidak, aku dan dia tidak punya ikatan
ataupun rasa kenal sekalipun. Dia hanya
kujadikan satu dari sekian alasan
tulisanku dibuat di masa lalu. Jadilah
kusebut dia, masa lalu.

Mungkin abjad-abjad yang tumpah
kemarin-kemarin itu sedang
menertawaiku sekarang. Tidak apa-apa.

Sekarang, aku menulis untuk orang lain,
entah orang-orang istimewa, teman, atau
siapapun yang memberiku inspirasi
hebat. Aku tulis. Mau seperti apa,
pokoknya aku coba.

Lalu
Di sini, tolong izinkan aku menulis untuk
diriku sendiri. Menulis tentang
bagaimana diriku sendiri saat ini. Menulis
tentang aku saja. Cukup aku.

Memendam perasaan diam-diam itu,
enggak enak ya?
Retoris.

Ditiup senang dengan kebetulan, lalu
dihempas pilu dengan kenyataan oleh
semesta itu, sakit ya?
Retoris.

Cuma mengutarakan tanggapan indra
terhadap adiwarnanya kreasi hasil kuasa
tetapi malah dihantam cacian itu,
menyedihkan ya?
Retoris.

Dianggap tidak setara dengan satu
manusia yang pada dasarnya dicipta
sederajat dan satu martabat itu,
menyesakkan ya?
Retoris.

Menerima ujar bernada rendah sebab
pemberian paling sempurna pencipta
pada diri sendiri dianggap tidak indah itu,
mematahkan ya?
Retoris.

Dianggap tidak pantas dan diperintah
menghadap pantulan diri itu, memilukan
ya?
Retoris.

Sudah buru-buru harus lepas sebelum
satu asa saja sempat bertunas, pedih ya?
Retoris.

Bertepuk sebelah tangan, rasanya seperti
apa?

- deep-laid
#SejawatMahitala
@kumpulan_puisi


You Might Also Like:

Add your comment
Hide comment

Disqus Comments