Puisi - Kita, awal dan akhir


Kita, awal dan akhir

Semuanya sibuk: mencumbu angka­
angka

Dan pendar layar gawai sampai mata
bengkak
Bersolek tiga lapis di depan cermin retak

(Katakanlah, kita sudah lama tiada
Paru-paru kita boleh saja terisi
Tapi isinya hanya sendawa Sangkala)

Menajam-tinggikan pagar-pagar
bangunan
Buku dan surat cinta dibumihanguskan
Tiada lagi karsa, suara, dan rasa

(Katakanlah, kita sudah lama tiada

Bilik jantung kita boleh saja berdetak
Tapi ia mendetak tanpa denting irama)

Bagai pesawat kertas di dasar tong
sampah
Yang disobek habis Sangkala dengan
pongah
Bibir simfoni kita akhirnya membiru

(Katakanlah, kita sudah lama tiada
Tangan dan kaki kita bolehlah bergerak
Tapi mereka bergerak pada yang sirna)

Usai sekian kali mengucap salam duka
Pada mesin-mesin penata dunia;
Pembunuh anak kecil dalam dirinya

(Katakanlah, kita telah lama tiada
Mata kita bisa melihat apa saja
Tapi yang dilihat hanya gelap semata)

Kasih, kita ditakdirkan sebagai kisah
Yang selalu terulang, lalu dilupakan
Namun harapan membuat kita bertahan

(Maka lantunkan sajak ini dalam hampa:
Pulanglah, kasih. Sebab yang kau cari-cari
Dan kau nanti sudah lama
meninggalkanmu)

Mungkin masih kau ingat sabda sang
penulis:

Kita, awal dan akhir. Kitalah manusia
Dan kita berharap bangkit bersama fajar.

-Lintang Punarbawa, Melancholiad.
#Nozdorevelation
@kumpulan_puisi


You Might Also Like:

Add your comment
Hide comment

Disqus Comments