Sekedar Konsep


Sekedar Konsep

Percaya.

Semua orang membicarakan sang kata
seolah dia adalah panasea. Terlalu
mudah untuk dilakukan, katanya. Lepas
genggaman tanganmu secara perlahan,
lalu biarkan tangan asing menjalinnya
dengan suka cita. Dikatakan juga semua
akan jadi jauh lebih mudah. Tapi saat
berumur 8 dan aku berkali-kali
mendamba mati karena rundungan,
apakah pelajaran berharga pertama yang
kudapat-jangan pernah percaya pada
orang rua karena mereka juga tak mau
percaya apalagi menganggap serius
semua aduan-hanya omong kosong
belaka ? Apakah dua kali aku begitu
percaya atas nama "pertemanan" namun
berakhir dengan terlalu memalukan juga
hanya salah satu di antara juta bohongku
saja ?

Terbuka.

Manusia membicarakan kata itu dengan
penuh kekaguman. Ceritakan semua
tentang dirimu dan semua beban akan
hilang. Ketulusan hubungan juga akan
secara otomatis tercipta juga, kata
mereka. Lagi - lagi, caranya semudah
menjentikkan jemari. Semua akan
menghilangkan halangan, katanya
dengan pasti. Tapi saat dua kali itu aku
menceritakan segala hal namun malah
dibicarakan di belakang-satu kali
dipermalukan di depan ratusan orang
karena dianggap terlalu membual-apa
benar aku hanya mengarang ? Saat-di
tempat yang semua orang sebut sebagai
rumah-aku tak pernah diberi masa untuk
berbicara, apa benar aku kurang
"terbuka"?

Berhantung.

Semua membicarakannya seolah itu
adalah hal yang terlalu umum. Tidak usah
munafik, kata mereka. Saling bergantung
memang merupakan kodrat manusia.
Seajaib dan seindah kelahiran. Hirup
oksigen pertama dan serahkan hidupmua
setelahnya. Tapi saat berumur 8 dan
belajar aku tak bisa bergantung pada
pemberi kelahiran, saat berumur 10 dan
belajar aku tak bisa bergantung pada
benda - benda tajam serta cairan - cairan
yang kuharap memberi kematian, saat
berumur 16 dan belajar aku sama sekali
tidak boleh bergantung pada probabilitas
di dunia karena "runah:-ku meninggal,
apakah itu benar - benar hanya bual ?

Berjuang.

Hamba - hamba di dunia
membicarakannya seolah itu merupakan
kehidupan. "Tak ada yang tak mungkin
jika kamu memperjuangkannya," kata
mereka. Tapi saat berumur 10 aku
berusaha setengah mati untuk
kehilangan nyawa, apakah aku kurang
"berjuang"? Saat untuk pertama kali aku
merendahkan diri untuk mengharap
keajaiban namun "rumah"-ku tetap dibuat
tiada, apakah juangku hanya sebuah
bual ? Saat sudah kulenyapkan mimpi
untuk memnuhi ekspektasi orang tua
namun masih lekat dilabeli tak berguna,
apakah aku memang sama sekali  tak
berjuang ?

Memiliki.

Semua membicarakannya dengan damba
setengah mati. Dengan mata berseri-seri
mereka terus mengucap, "Memiliki dan
dimiliki adalah konsep terindah yang bisa
menusia alami." Gambar roman kuyakin
dalam benak mereka serta-merta
terpatri. Namun sebagai anak yang hanya
dimiliki sebagai pemenuh ekspektasi,
kekasih yang tadinya memiliki namun
dengan beringas dirampas dunianya
karena leukemia yang membuat mati,
juga manta teman yang eksistensinya
hanya dianggaap sebagai bahan candaan.
..apa terlalu berlebihan jika aku
menganggap semua konsep di atas
terlalu menakutkan ?

22 Agustus 2019,
Kertas Usang
@kumpulanpuisi


You Might Also Like:

Add your comment
Hide comment

Disqus Comments